Scroll untuk membaca artikel
Foto / Essay
Kamis, 26 Desember 2024 | 20:12 WIB
Foto kolase sebuah alat berat membersihkan serpihan puing yang berserakan akibat tsunami di jalan kota dan halaman Masjid Raya Baiturrahman (kiri) dan pekerja dengan menggunakan alat berat memperbaiki payung elektrik di halaman Masjid Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]
Puing sebuah becak motor khas Aceh dengan latar belakang monumen pesawat Dakota RI-001 Seulawah (kiri) dan warga berolahraga di monumen pesawat Dakota RI-001 Seulawah di Blangpadang, Banda Aceh, Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Minggu, 26 Desember 2004 pukul 07.59 WIB bumi di Provinsi Aceh berguncang kuat. Gelombang air laut dari Samudera Hindia meratakan sebagian besar bumi serambi Mekah dengan tanah dan lumpur.

Foto kolase warga berjalan diantara puing-puing dan kapal nelayan yang dibawa gelombang tsunami di depan Hotel Medan (kiri) dan warga melintas di depan Hotel Medan di Peunayong, Banda Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]

Bencana gempa berkekuatan 9.3 Skala Richter (SR) itu juga menyebabkan serangkaian tsunami dahsyat di sepanjang daratan yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia.

Foto kolase tumpukan kayu dan puing-puing yang dibawa gelombang tsunami di kawasan bundaran tugu Simpang Lima, Banda Aceh (kiri) dan pengguna lalu lintas melintas di kawasan bundaran tugu Simpang Lima, Banda Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]

Untuk di pesisir negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar serta di beberapa negara Asia Selatan, termasuk Sri Lanka, Maldives, dan India. Bahkan gelombang tsunami juga mencapai sejumlah negara di pantai timur Afrika seperti Somalia dan Seychelles.

Setidaknya terdapat 16 negara yang terkena dampak akibat gempa dan Indonesia merupakan negara terdampak tsunami terbesar, terutama di Aceh.

Foto kolase warga berjalan diantara puing-puing dan kapal nelayan yang dibawa gelombang tsunami di depan Hotel Medan (kiri) dan warga melintas di depan Hotel Medan di Peunayong, Banda Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]

Hari yang kelam 20 tahun lalu itu telah meluluhlantakkan rumah, pertokoaan, gedung perkantoran dan berbagai fasilitas publik, pemukiman dan jalan dipenuhi puing-puing bangunan dan mayat para syuhada korban bencana.

Foto kolase warga dan korban bencana gelombang tsunami berkumpul di kawasan bundaran Simpang Lima, Banda Aceh (kiri) dan pengendara melintas di kawasan bundaran Simpang Lima, Banda Aceh, Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias (BRR NAD-Nias) melaporkan bahwa musibah tersebut mengakibatkan 200 ribu orang lebih meninggal dan hilang. Sekitar 650.000 hektare lahan pemukiman dan pertanian hancur.

Foto kolase bangunan swalayan Pante Pirak yang rusak parah akibat gempa bumi (kiri) dan Warga melintas di depan bangunan swalayan Pante Pirak yang telah dibangun kembali dan berganti nama dengan Suzuya di Banda Aceh, Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]

Dari total 36.145 unit rumah yang ada, sebanyak 20.917 unit mengalami kerusakan, dan 162 unit fasilitas sosial juga terimbas, dengan tingkat kerusakan mencapai 62,31 persen.

Foto kolase tumpukan kayu yang dibawa gelombang tsunami 26 Desember 2004 di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRK) Banda Aceh (kiri) dan Aparatur Sipil Negara (ASN) mengikuti apel di halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang telah menjadi kantor Diskominfotik Kota Banda Aceh di Banda Aceh, Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]

20 tahun atau dua dekade setelah bencana gempa dan tsunami melanda Aceh, kondisi pembangunan infrastruktur dan ketahanan masyarakat di provinsi paling barat Indonesia itu menunjukkan kemajuan yang signifikan.

Foto kolase seekor gajah menarik sebuah kendaraan jeep diantara bangunan yang rusak akibat diterjang tsunami (kiri) dan warga melintas dengan menggunakan kendaraan bermotor di Surin, Banda Aceh (kanan). [ANTARA FOTO]

Tsunami 2024 sebagai sebuah pengingat, bencana maha dasyat pada akhir Desember 2004 yang telah membuka mata dunia untuk lebih memahami tentang mitigasi bencana, solidaritas kemanusian dan pendidikan kebencanaan untuk generasi yang akan datang. [ANTARA FOTO]

Baca Juga: 20 Tahun Tsunami Aceh, Cerita Seorang Ibu Kehilangan 2 Anak dan Suami: Tak Tahu Kuburannya...

Load More