Scroll untuk membaca artikel
News / Internasional
Kamis, 26 Desember 2024 | 03:10 WIB
Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, di Vatikan. (Foto;X/@ZelenskyyUa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus mempunyai harapan besar di Hari Raya Natal tahun ini, agar perang di Jalur Gaza, Palestina dan Ukraina segera berakhir.

Dia menyerukan hal itu saat menyampaikan pesan Natal di depan para jemaat yang berkumpul di Basilika Santo Petrus, menurut laporan Vatican News media setempat.

Fransiskus mendoakan agar perang di Ukraina berakhir.

Dia juga menyerukan keterbukaan untuk melakukan negosiasi dan dialog agar perdamaian yang adil dan abadi bisa terwujud di negara itu.

Paus berusia 88 itu juga berdoa agar konflik di Timur Tengah, khususnya di Gaza, segera berakhir.

Dia menyuarakan harapannya pada "gencatan senjata" dan "bantuan" bagi masyarakat yang dilanda kelaparan dan perang di wilayah kantong Palestina itu.

Gencatan Senjata di Jalur Gaza Gagal

Gencatan senjata di Jalur Gaza, Palestina gagal dilakukan lantaran banyak persyaratan yang diinginkan oleh Israel, hal tersebut diungkap Kelompok perlawanan Palestina Hamas.

Menurut pernyataan Hamas, untuk melakukan kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Jalur Gaza kembali tertunda, lantaran Israel kembali memberikan syarat-syarat baru.

Baca Juga: Gencatan Senjata di Jalur Gaza Gagal, Hamas Ungkap Syarat Baru dari Israel

Hamas menyoroti sikap bertanggung jawab dan fleksibel yang telah mereka tunjukkan selama negosiasi gencatan senjata dan pertukaran tahanan di Doha melalui mediasi oleh Qatar dan Mesir.

"Namun, penjajah (Israel) terus memberi syarat-syarat baru terkait penarikan mundur pasukan, gencatan senjata, pertukaran tahanan, dan pemulangan pengungsi, sehingga menunda tercapainya kesepakatan," demikian pernyataan Hamas.

Hingga saat ini, belum ada respons dari pihak Israel terkait pernyataan Hamas tersebut.

Pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (24/11) mengatakan bahwa tim perunding dari Israel akan kembali dari Qatar untuk membahas usulan pertukaran tahanan dengan Hamas.

Namun, sejumlah pengamat memandang pernyataan Netanyahu tersebut menunjukkan upayanya menunda-nunda negosiasi.

Seusai gencatan senjata singkat pada akhir November 2023, pemimpin rezim Zionis itu telah beberapa kali mengklaim ada kemajuan dalam perundingan gencatan senjata dan pertukaran tahanan, namun kemudian justru bersikeras melanjutkan agresi di Jalur Gaza.

Israel diyakini menahan lebih dari 10.300 warga Palestina, sementara jumlah sandera Israel di Gaza saat ini diperkirakan hanya tersisa seratusan orang.

Hamas menyebut bahwa puluhan sandera Israel di Gaza terbunuh oleh serangan Israel sendiri yang dilakukan secara membabi buta.

"Kesenjangan antara Israel dan Hamas tak signifikan sehingga membantu kesepakatan tercapai antara mereka," demikian menurut harian Israel, Yedioth Ahronoth, pada Selasa.

Rezim Zionis Israel tak kunjung menghentikan agresi ke Jalur Gaza yang telah menewaskan hampir 45.400 orang, yang sebagian besar merupakan wanita dan anak-anak, sejak 7 Oktober 2023.

Bulan lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan ketua otoritas pertahanan Israel Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza.

Selain itu, Israel juga menghadapi gugatan atas dugaan tindak genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas tindakannya di Gaza. (Antara).

Load More