Suara.com - Pengamat politik Rocky Gerung turut menyoroti terkait sikap PDIP yang mendesak pemerintah Prabowo untuk membatalkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen.
Menurut Rocky Gerung, hal ini adalah suatu pembullyan yang dinilainya sebagai operasi besar dari kekuasaan karena mengerahkan sebagian elemen masyarakat seperti Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP), mahasiswa, dan buzzer.
Rocky mengatakan, pada era pemerintahan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) pertumbuhan ekonomi 8 persen gagal, sehingga semua fraksi sepakat untuk menaikkan 12 persen.
"Jadi, kalau PDIP dianggap sebagai bersalah, ya memang bersalah, tetapi apakah kesalahan itu bukan dari pemerintah sebelumnya yang inisiatif Pak Jokowi untuk menaikkan 12 persen," kata Rocky Gerung yang dilansir Suara.com dari kanal Youtube Rocky Gerung Official, Senin (23/12/2024).
Baca Juga: Gerindra Sebut Prabowo Sadar Imbas Kenaikan PPN 12 Persen Picu Banyak Protes, Mau Dibatalkan?
Rocky menyatakan, bahwa terdapat perintah untuk mengepung dan mendelegitimasi PDIP menjelang pelaksanaan kongres partai pada 2025 mendatang.
"Bagaimana mungkin ada semacam gerakan yang dipimpin oleh salah satu menteri di kabinet untuk mengerahkan opini publik bahwa kenaikan 12 persen masuk akal," kata Rocky.
Rocky juga menjelaskan, kehadiran organisasi ekstra untuk menghalau pikiran kritis masyarakat dengan menganggap semua ini adalah kesalahan PDIP.
"Ya, memang kesalahan tetapi kita mesti lihat juga rakyat membuat petisi yang ditanda tangani 200-an ribu untuk menuntut supaya PPN 12 persen diturunkan atau bahkan dihilangkan," jelas Rocky
Terakhir, Rocky mengatakan, bahwa pikiran rakyat pada saat ini bisa berbeda dengan pikiran pemerintah yang berkuasa. Menurutnya, pajak adalah cara biadab dalam merawat peradaban.
Baca Juga: PPN Berlaku 12 Persen, Tarif Bus Damri Hingga Kereta Api Naik Tahun Depan?
"Dalam hal apapun orang enggak mau dipajaki, tapi demi peradaban itu terjadi, seseorang bersedia bayar pajak karena beranggapan akan ada perbaikan di masa depan, tetapi hari ini rakyat menganggap bahwa 12 persen itu irasional (tidak masuk akal)," pungkasnya. (Moh Reynaldi Risahondua).