Suara.com - Relawan Arus Bawah Prabowo atau ABP mewanti-wanti PDIP agar tak mencari muka (carmuk) lewat kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.
Sekretaris Jenderal ABP, Ary Nugroho menyampaikan, PPN 12 persen itu berasal dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Arus Bawah Prabowo ingatkan PDIP jangan cari muka soal PPN 12 persen yang menjadi keputusan UU HPP. Inisiatif PPN 12 persen dari PDIP. Ketua panjanya saja dari PDIP,” kata Ary kepada wartawan, Selasa (24/12/2024).
Saat ini, menurut Ary, pernyataan penolakan maupun penundaan kenaikan PPN 12 persen oleh PDIP sangat berbanding terbalik dengan fakta diundangkannya UU HPP. Menurutnya, PDIP juga bertanggungjawab mengenai PPN 12 persen tersebut.
“Arus Bawah Prabowo minta PDIP tanggung jawab menyangkut kenaikan PPN 12 persen. UU HPP mengatur PPN itu 11persen tahun 2022, dan 12 persen hingga 2025,” katanya.
Ia mengatakan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mengutamakan kepentingan rakyat. Ary mengungkap para wakil rakyat dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) juga sudah berupaya maksimal supaya kebijakan PPN 12 persen dapat ditinjau ulang. Contohnya, penerapan kenaikan PPN hanya untuk barang-barang mewah.
“Pak Prabowo ingin daya beli masyarakat menengah ke bawah dapat senantiasa terjaga. Kemudian, tidak ada gejolak ekonomi,” katanya.
Ary menyatakan sejumlah pihak tertentu sepatutnya tidak menyeret isu bahwa kenaikan PPN 12 persen menjadi bagian dari kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo.
“PDIP dan pihak lainnya jangan seakan-akan sudutkan pemerintahan Presiden Prabowo. Sudah jelas bahwa UU HPP itu produk dan inisiatif PDIP. Biarkan rakyat yang menilai,” ujarnya.
Baca Juga: Curigai KPK soal Status Tersangka Hasto Kristiyanto, PDIP: Politisasi Hukum Kuat Sekali
Ary menyayangkan aksi dari PDIP dalam forum DPR yang menolak rencana kenaikan PPN 12 persen.
“Kami heran dan sampai tidak habis pikir soal sikap PDIP. Ketua panja UU HPP yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen saja dari PDIP,” pungkasnya.
Klaim Bukan Inisiatif PDIP
Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus sebelumnya menegaskan bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen, melalui pengesahan undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), bukan atas dasar inisiatif Fraksi PDIP.
Ia menyampaikan, pembahasan UU tersebut sebelumnya diusulkan oleh Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada periode lalu. Sementara, PDIP sebagai fraksi yang terlibat dalam pembahasan, ditunjuk sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja).
"Jadi salah alamat kalau dibilang inisiatornya PDI Perjuangan, karena yang mengusulkan kenaikan itu adalah pemerintah (era Presiden Jokowi) dan melalui kementerian keuangan," kata Deddy di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, dikutip Senin (23/12/2024).
Ia menjelaskan, kala itu, UU tersebut disetujui dengan asumsi bahwa kondisi ekonomi Bangsa Indonesia dan kondisi global itu dalam kondisi yang baik-baik saja.
Akan tetapi, kata Deddy, seiring perjalannya waktu, ada sejumlah kondisi yang membuat banyak pihak, termasuk PDIP meminta untuk dikaji ulang penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Kondisi tersebut diantaranya; seperti daya beli masyarakat yang terpuruk, badai PHK di sejumlah daerah, hingga nilai tukar rupiah terhadap dollar yang saat ini terus naik.
"Jadi sama sekali bukan menyalahkan pemerintahan Pak Prabowo, bukan, karena memang itu sudah given dari kesepakatan periode sebelumnya," ujarnya.
Untuk itu, Deddy menegaskan, bahwa sikap fraksinya terhadap kenaikan PPN 12 persen ini hanya meminta pemerintah untuk mengkaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Permintaan itu, bukan berarti fraksi PDIP menolaknya.
"Kami minta mengkaji ulang apakah tahun depan itu sudah pantas kita berlakukan pada saat kondisi ekonomi kita tidak sedang baik-baik saja. Kita minta itu mengkaji," tuturnya.
Fraksi PDIP, kata dia, hanya tidak ingin ada persoalan baru yang dihadapi pemerintahan Prabowo imbas kenaikan PPN 12 persen ini.
"Jadi itu bukan bermaksud menyalahkan Pak Prabowo tetapi minta supaya dikaji dengan baik, apakah betul-betul itu menjadi jawaban dan tidak menimbulkan persoalan-persoalan baru," katanya.
"Tapi kalau pemerintah percaya diri itu tidak akan menyengsarakan rakyat silahkan terus, kan tugas kita untuk melihat bagaimana kondisi," sambungnya.